IOV Indonesia Youth Section

We travel around the globe spread the beauty of equator emerald

Senin, 17 Oktober 2011

Third IOV World Youth Congress

Third IOV World Youth Congress We are happy to report that the Third IOV World Youth Congress is scheduled for June 24-30, 2012, and will be held in Sweden. In 2012, the National Association of Swedish Handicraft Societies (SHR) will celebrate its 100-year anniversary. The Association has been a partner with IOV for many years. Mia Lindgren, who joined IOV to participate in the First IOV World Youth Congress in 2008 in Utah, USA, has undertaken the job of organizing the congress. She is working on an exciting schedule, which includes time in Stockholm, Goteborg and the Swedish countryside . Please encourage those in your section who are 35 years of age and younger to apply.

RADHA SARISHA KTF UI

Mri berkenalan lebih dekat dengan RADHA SARISHA Komunitas Tari dari Fakultas Ilmu Sosial dan Politik Universitas Indonesia

Minggu, 16 Oktober 2011

Up Close and Personal Carmen D. Padilla, World President of IOV

Carmen D. Padilla, World President of IOV was elected by the IOV General Assembly in Deva , Romania , in 2002. She is currently the Chair of the Culture Committee of the UNESCO National Commission-Philippines. She is the Chair of the Philippine Memory of the World (MOW Philippines) and Vice-Chair of the MOW Committee of Asia Pacific (MOWCAP). She is Chair of the Philippine National Committee on the Safeguarding of the Intangible Cultural Heritage. She was the Acting Chair (1996-1998) and Executive Director (1990-1998) of the Philippine National Commission for Culture and the Arts (NCCA). The NCCA functions as the Ministry of Culture. Carmen has served in many leadership capacities, including Chief of Staff of the President of the Philippines Senate, Vice President of the NAMEI Polytechnic Institute, Faculty Coordinator of Music in St. Theresa’s College and Senior Executive Assistant to the Secretary of the Department of Transportation and Communication. Academically, Carmen excelled in music, earning a Bachelor of Music degree in Piano Performance at St. Scholastica’s College. While at St. Scholastica’s College, Carmen was elected President of the Student Council. She was a Battig Music Scholar and a member of the Honors Society. She completed her graduate studies in Developmental Education** at the University of Santo Tomas. Recently, she was also the recipient of the Centennial Award as outstanding graduate of the St. Scholastica’s College of Music in its 100th year celebration, November 2007 A concert pianist, Carmen has performed in major concerts halls throughout the world, including those of San Francisco, Manila and Korea. Recently she performed in the Centennial Concert of St Scholastica's College of Music. Performing four hands on two pianos with her sister, the “Dayrit Sisters” were guest artists at Philippine Independence Day celebration in Athens, Greece. On the occasion of the Philippine Centennial celebration, Carmen conducted a choir of 1000 voices and organized an International Conference on History attended by 800 academicians, historians, scholars, government and non-government organizations. As a cultural administrator, Carmen was instrumental in the drafting of the law creating the National Commission on Culture and the Arts. She coordinated the cultural leaders in this process. During her career as a government official, she traveled throughout the Philippine islands and organized more than 250 government and non-government organizations in arts and cultural heritage—members of 22 National Committees of NCCA. Through her work, she facilitated the giving of grants to visual artists, dance companies, musicians, librarians, museologists, archivists, promoted international cultural exchanges and brought needed attention to the plight of rural artisans and performers. Carmen travels the world as IOV’s Official Representative to be present at cultural events and conferences in all the continents of America, Europe, Africa, Asia, Australia and New Zealand. She has also participated in the General Conference at the UNESCO Headquarters in Paris where she was her country’s delegate to the 2005 General Assembly.

Jumat, 14 Oktober 2011

KOMUNITAS TARI FISIP UNIVERSITAS INDONESIA “RADHA SARISHA” BERANGKAT KE PERANCIS DAN SPANYOL

Komunitas tari fisip UI “RADHA SARISHA” dipercaya oleh IOV (Indonesia Youth Section) lembaga internasional di bidang seni dan budaya untuk mewakili Indonesia di “Du Sud Summer festival 2011” di Perancis dan Spanyol, Komunitas Tari Fisip UI “RADHA SARISHA” akan direncanakan berangkat pada tanggal 24 Juli hingga kembali pada awal bulan September.
Dalam misi budaya kali ini Komunitas Tarri Fisip UI “RADHA SARISHA” akan membawa 32 orang dalam kontingennya, terdiri dari penari dan pemusik. Ada pun tarian yang akan dibawakan nanti di Du Sud Festival nanti adalah tarian dari berbagai pelosok Nusantara tarian dari daerah Aceh, Sumatera Utara, Sumatera Barat, Betawi, Maluku, Bali, Kalimantan, dan Sulawesi dengan tarian yang beragam. Hal ini merupakan suatu kebanggan tersendiri bagi KTF UI “RADHA SARISHA” karena ini adalah tahun pertama kita dipercaya untuk mengikuti festival Internasinal. Tempat : Graha Bakti Budaya, Taman Ismail Marzuki, jakarta
Minggu(19/6), Komunitas Tari FISIP(KTF) UI mengadakan pementasan tari tradisional yang bertempat di Graha Bhakti Budaya Taman Ismail Marzuki. Acara ini diadakan untuk melepas kontingen Misi Budaya KTF UI di Du Sud Festival di Prancis dan Spanyo 24 Juli nanti. Pertunjukan dibuka dengan tari Sekapur Sirih dari Melayu sebagai seremonial menyambut para penonton. Selain tari Sekapur Sirih, KTF UI juga mempersembahkan lima tari tradisional lain dari berbagai daerah diantaranya tari Zapin Dara dari Melayu Deli, tari Kencet Gantar dari Dayak, tari Mpok Ngigel dari Betawi, tari Marsitamitami dari Batak, dan tari Gaba-gaba dari Maluku. Selain bertujuan untuk memperkenalkan kembali tarian tradisional, Pertunjukan tari yang diselenggarakan juga bertujuan untuk melepas kontingen Misi Budaya KTF UI dalam Du Sud Festival. “Target peserta kami kali ini adalah mahasiswa dan keluarga dari para kontingen untuk persembahan sebelum mereka berangkat Spanyol dan Prancis,” ujar Prita saat diwawancara oleh Suara Mahasiswa. Selain dari tim penari yang mempersembahkan tarian tradisional, tim pemusik KTF UI juga membawakan lagu-lagu daerah seperti Tak Tong Tong(lagu tradisional Sumatera Barat) dan Yamko Rambe Yamko (lagu tradisional Papua). Aurora Yusdar, ketua kontingen Misi Budaya KTF UI dalam sambutannya mengatakan permintaan dukungan para penonton khususnya para mahasiswa UI untuk Misi Budaya kali ini, “Doakan kami agar dalam pementasan nanti dapat berjalan dengan lancar dan memberikan kebanggaan untuk Indonesia.” Ipang Maqoma

Anak Indonesia menjadi juara pertama dalam festival tari anak internasional

Anak Indonesia menjadi juara pertama dalam festival tari anak internasional di 4th International Children Festival (Sun Golden Lykia World Oludeniz Folk Dance Competition) yang berlangsung di Fethiye, Mugla, Turki pada 24 April 2011. Festival dan kompetisi ini dilaksanakan untuk memperingati hari anak nasional di Turki yang jatuh pada tanggal 23 April. Selama sembilan hari, ratusan anak-anak dari seluruh dunia, mengikuti rangkaian kegiatan untuk merayakan hari anak ini. Kompetisi ini diikuti 16 grup dari 14 negara. Negara yang ikut bertanding dalam kompetisi tersebut diantaranya Turki, Azebaijan, Moldova, Rusia, Lithuania, India, Kazakhstan, Inggris, Georgia, Ukraina, Kenya, Siera Leone. Kompetisi tari tradisional sendiri berlangsung di Fethiye City Center disaksikan ribuan orang dan pejabat setempat. Tim Indonesia diwakili SD Islam Al Ikhlas Jakarta yang beranggotakan 27 penari berbakat dan berada di bawah pelatihan Sanggar Gema Citra Nusantara, pimpinan Ibu Mira Arismunandar, tampil memukau hingga mendapatkan poin tertinggi dari akumulasi seluruh perhitungan dewan juri.
Tim juri yang berasal dari perwakilan masing-masing negara akhirnya menobatkan Indonesia sebagai juara pertama dalam kompetisi ini. Juara kedua diraih Ukraina dan juara ketiga jatuh kepada Georgia. Rulli Habibie, orang tua murid SD Islam Al Ikhlas membenarkan informasi tersebut. “Saya senang sekali waktu dikabari Istri saya dari Turki. Bangga,” katanya. Anak Rully, Mohammad Rafid Habibie (10) dan Mazaya Rafina Habibie (10) telah berlatih selama lima bulan untuk mengikuti kompetisi ini. Menurut Rully, anaknya membawakan tari Piring untuk kategori lelaki, dan tari Saman untuk kategori perempuan. “Tari Saman itu paling ditunggu-tunggu oleh orang sana,” katanya. (Sumber: jurnas.com, inioke.com)

Tim Tari SMA Labschool Rawamangun Sabet 3 Medali di Cyprus Utara

Liputan6.com, Tangerang: Prestasi bertaraf internasional kembali ditorehkan pelajar Indonesia. Kali ini, siswa-siswi Sekolah Menengah Atas Labschool Rawamangun, Jakarta Timur, menyabet gelar penampilan terbaik dalam Festival Seni dan Budaya Internasional di Cubuk, Turki, baru-baru ini. Prestasi tersebut jelas sangat menggembirakan lantaran hanya diraih dengan persiapan selama sekitar satu bulan. Selain itu, mereka berhasil menyisihkan peserta dari 13 negara lain, termasuk Turki sebagai tuan rumah. Dalam festival tersebut pelajar Labschool mempersembahkan Tari Saman, Yapong, Ngaronjeng, Rantak, Zapin, dan Tari Piring. Menurut Erbe, salah seorang siswa, dibanding penampilan negara lain, tim Indonesia memiliki kelebihan yaitu mengusung alat musik tradisional yang diperlukan, seperti gendang dan kenong. Sedangkan Iwan, guru pembimbing, dalam ajang ini SMA Labschool mengirim 12 penari wanita, sembilan pemusik, seorang guru, dua pelatih, dan dua orang tua siswa. "Tahun depan, SMA Labschool rencananya akan kembali mengirim siswa-siswi terbaiknya untuk ajang serupa yang berlangsung di Spanyol," ujar Iwan sesaat setelah mendarat di Bandar Udara Soekafrno-Hatta, Tangerang, Banten, Sabtu (6/9) petang.(ADO/Abdul Rosyid)
Foto: Dok. SMA Labschool Jakarta - Prestasi anak bangsa di kancah dunia kembali ditoreh oleh grup tari dan musik tradisional SMA Labschool Rawamangun Jakarta. Mereka meraih 3 medali pada kegiatan the 16th International Iskele Municipality Folk Dance Festival yang berlangsung dari tanggal 29 Juni – 5 Juli 2011 di kota Iskele, Cyprus Utara. Seperti rilis yang diterima detikcom, Selasa (5/7/2011), grup yang beranggotakan 28 siswa-siswi ini berhasil menyabet 3 penghargaan di Festival Gala Night, yaitu: 2nd Award Winner, Iskele Festival Award dan Best Music Award. Leo Mokodompit dari IOV Youth Section Indonesia selaku group leader mengatakan, prestasi ini diraih setelah menampilkan 7 tarian tradisional dari berbagai daerah Nusantara, antara lain tari Saman (Aceh Gayo), tari Kembang Amprok (Betawi), tari Pagelu (Toraja), tari Alar-alar (Kalimantan), tari Indang Bandantak (Minang), tari Bali dan Yosim Pancar (Papua). "Penampilan mereka benar-benar memukau masyarakat Cyprus Utara selama 5 hari berturut-turut dengan keanekaragaman budaya Nusantara melalui tari dan musik," kata Leo. Festival yang dibuka oleh Presiden dan Perdana Menteri Cyprus Utara ini diikuti oleh berbagai negara, antara lain Mexico, Turki, Rusia, Palestina dan Korea Selatan. "Selama empat bulan mereka berlatih intensif. Ini menjadi pencapaian prestasi luar biasa bagi anak-anak," ujar Susan Susiana, guru Labschool yang turut mendampingi tim tari dan musik ini. Tim Rusia yang terdiri dari para penari senior profesional menerima 1st Award Winner, Best Male Dancer Award yang diterima oleh seorang penari dari Mexico dan Best Female Dancer Award yang diterima oleh seorang penari dari Korea Selatan. (anw/Ari)

Catatan Kecil Misi Budaya SMP AL Ikhlas di Perancis dan Spanyol

Festival Gauargi di Perancis Kota Cabe yang Hangat Festival Gauargi diselenggarakan di Kota Espellete, yang merupakan daerah wisata dengan julukan “ Chilli Town” , hampir di setiap bangunan di Espellete dihiasi dengan digantungnya cabe yang dikeringkan. Yang unik dari Espellete adalah meski dijuluki kota cabe, namun kita tidak menemukan makanan yang pedas. Bekal saos sambal yang kami bawa dari Indonesia menjadi teman makan ketika makanan yang kami terima terasa hambar di lidah kami orang Indonesia. Selain sambal, ada kecap, abon, kering kentang menjadi teman makan kami di sana.
Jiwa Enterpreneur Festival Gauargi dimulai tanggal 15 – 20 Juli 2011, acara diselenggarakan di tempat yang disebut “Market Place “ , namun ada beberapa pertunjukkan yang dilaksanakan di jalan-jalan sambil berparade. Selama festival kami diperbolehkan melakukan penjualan barang-barang khas Indonesia yang sudah kami bawa dari Jakarta. Di sinilah, kemampuan anak-anak menawarkan souvenir khas Indonesia dengan Bahasa Inggris teruji, setiap anak diharuskan menjual souvenir hingga berhasil dibeli warga setempat. Kemampuan enterpreneur anak-anak dapat terlatih dengan tantangan ini, hasilnya selama 5 hari kami dapat mengumpulkan € 223 untuk kemudian dibagikan kembali kepada anak-anak sebagai uang jajan. Home Stay yang Menyisakan Kenangan Home stay dengan keluarga Espellete adalah juga sebuah tantangan bagi anak-anak, informasi bahwa anak-anak akan home stay baru kami terima di Paris, sesaat sebelum berangkat menuju Espellete. Bukan anak Alix namanya bila tantangan ini tidak dapat diatasi, setibanya di Espellete orangtua asuh anak-anak sudah menjemput dan saya sebagai guru melepasnya dengan rasa was-was namun yakin anak-anak dapat beradaptasi dengan baik. Bekalan yang telah saya berikan semoga bisa menjadi pegangan anak-anak. Satu keluarga Espellete menerima 2-3 anak untuk diasuh selama festival. Cium tangan kepada orangtua tetap dilakukan anak-anak kepada orangtua asuh masing-masing. Yang juga sangat menggembirakan adalah keluarga asuh anak-anak menyempatkan membeli tiket festival untuk menonton tarian dan musik yang kami bawakan. Saat tiba berpisah, setelah festival selesai semua anak menangis karena harus berpisah dengan orangtua asuh dan panitia festival yang sangat baik dan melayani kami dengan tulus.
Kemandirian yang Teruji Selama latihan di Jakarta, anak-anak sudah dibekali dengan kemampuan berdandan, memakai kostum, menyimpan kostum, dan menyiapkan segala peralatan sendiri tanpa bantuan kakak pelatih dan saya sebagai gurunya. Kami memberikan bantuan pada saat kendala waktu yang diberikan panitia sangat sedikit dan bila segalanya sudah dilakukan maksimal oleh anak-anak, namun masih ada kekurangan yang perlu perbaikan. Acungan jempol untuk anak putra yang berjumlah 9 orang, mereka benar-benar maksimal bekerja, dari membawa peralatan musik dari dan ke tempat festival. Membawa, menyusun, memainkan, dan kemudian merapikannya kembali untuk dimainkan besok menjadi rutinitas anak putra sebagai tim musik tradisional. Alat musik yang kami bawa banyak sekali dan beberapa menggunakan besi sebagai penyangga, tentu berat tapi itu semua dapat dilakukan dengan baik. Kemandirian yang lain juga bisa dilihat dari beberapa anak yang mencuci pakaiannya sendiri ketika baju bersih yang mereka miliki sudah hampir habis. Bangga Menjadi Duta Budaya Rasa bangga menyelimuti hati anak-anak ketika nama Indonesia disebut sebagai peserta festival , penampilan tarian dan musik yang mereka bawakan menjadi berisi karena tarian dibawakan dengan hati ikhlas. Tepukan tangan penonton menambah semangat anak-anak ketika tampil di depan ribuan orang di Espellete. Decakan kagum tak henti-hentinya kami terima usai tampil di panggung. Ada lima tarian yang kami bawakan yaitu ; Rapai Geleng (NAD), Ratoh Kipah (NAD), Lenggang Nyai (Betawi), Piring (Sumbar), dan Giring-giring (Kaltim) ditambah permainan perkusi tradisional. Hampir semua tarian mendapat tepukan penonton, karena tarian, musik dan kostum yang kami gunakan menarik perhatian penonton. Rasa bangga menjadi duta budaya terlihat ketika selama parade anak-anak meneriakan kata “INDONESIA, INDONESIA” dengan semangat sambil mengibarkan bendera Merah Putih.
Wonderful Indonesia Menjadi bagian dari bangsa Indonesia adalah kebanggaan bagi kami dan anak-anak yang menjadi duta budaya. Dengan yakin dan percaya diri, anak-anak tampil membawakan alat musik dari beberapa wilayah Indonesia menjadi satu kesatuan yang indah. Rapai Aceh, rebana Betawi, talempong Padang, kendang Sunda, dan kromong Betawi dimainkan bersamaan menghasilkan suara perkusi yang luar biasa, dan hebatnya itu semua dimainkan anak-anak. Keindahan budaya Indonesia meliputi tarian, nyanyian, musik, kostum, dan kerajinan memang patut untuk diperkenalkan ke dunia International dan kami bangga sudah melakukannya untuk bangsa ini.
Festival Irun di Spanyol Toki Alay Instituko yang Disiplin Toki Alay adalah nama sekolah di Irun yang diubah fungsinya menjadi asrama tempat kami peserta festival. Indonesia berada di lantai 3 dengan 4 ruangan besar untuk 36 orang anggota delegasi. Yang paling jelas kami ingat di Toki Alay ini adalah waktu yang sangat disiplin untuk mandi dan makan. Anak-anak hanya diberi waktu 30 menit untuk mandi dan kebutuhan mencuci lainnya, karena setelah waktu Indonesia habis , negara lain sudah harus mandi dengan waktu yang sama 30 menit. Waktu makan hanya disediakan selama 1 jam, dari jam 09.00 – 10.00, untuk 4 negara festival yang jumlahnya hampir 130 orang, dan kami harus berbagi waktu. Yang unik bila kita turun setelah jam 10.00, kami tidak akan menemukan makanan apapun. Bekas tempat makanpun, harus kembali bersih. Di sini anak-anak belajar mandiri dan disiplin.
Warga Spanyol yang Antusias Sebagaimana di Espellete, Perancis , di Irun Spanyol warga setempat sangat antusias melihat tarian dan musik yang kami bawakan. Mereka bersedia berdesakan untuk melihat pertunjukkan kami. Hujan yang sempat turun tidak menyurutkan semangat anak-anak untuk tampil, karena warga Kota Irun pun rela menggunakan payung untuk melihat kita tampil. San Sebastian yang Indah Kami baru menyadari bahwa selain Menara Eiffel, ternyata San sebastian terutama pantainya adalah juga daerah tujuan wisata dunia yang sangat diminati oleh wisatawan manca negara. Dan kami tampil di sana disaksikan banyak turis yang memang sedang berkunjung ke San Sebastian.
Persahabatan dengan Mexico dan Irlandia Hangatnya kebersamaan dan persahabatan anak-anak dengan dua negara ini, sungguh amat mengharukan. Pada saat Mexico akan meneruskan misi budayanya, kami melepas mereka dengan air mata, semua berpelukan dan saling memberi cindera mata. Demikian pula pada saat kami harus kembali ke Indonesia, teman-teman dari Irlandia juga tak kalah hebohnya melepas kami dengan upacara khas Irlandia untuk para sahabatnya. Mereka membuat gapura dari alat tarian mereka sepanjang tangga tempat kami menuruni tangga tersebut. Sungguh persahabatan yang luar biasa, kendala bahasa tidak menjadi penghalang untuk anak-anak. Kami senang bisa bersahabat dengan teman-teman dari 4 negara peserta festival di Irun, Bidasoa.
Penutup Sungguh sebuah perjalanan yang tak akan kami lupakan, banyak pengalaman luar biasa yang kami peroleh selama misi budaya di Perancis dan Spanyol. Kelak suatu saat nanti, Indonesia juga harus mampu menjadi tuan rumah penyelenggaraan festival budaya antar negara di dunia ini. Dan kami SMP Islam Al Ikhlas bersedia bekerja sama dengan Kemendiknas dan Kemenbudpar untuk wujudkan itu semua. Terima kasih untuk semua yang mendukung misi budaya kali ini, semoga kerjasama ini dapat terjalin untuk misi budaya yang akan datang pada bulan Juli 2012 di Tianjin, Cina.

Kamis, 13 Oktober 2011

SMP AL IKHLAS Berjaya di Festival Kesenian Rakyat Anak Anak di Eropa

"Bedeu ka tobat yogo lom mate...." Alunan syair syahdu tersebut mengiringi sekelompok anak anak laki laki dari SMP Islam Al Ikhlas menari Rapai Geleng. Sebuah tarian rampak nan semarak dari provinsi paling utara di Indonesia tersebut membuat para penonton yang memadati tempat pertunjukan tersebut tak henti hentinya bertepuk tangan. Sebanyak 26 delegasi dari SMP Islam Al ikhlas berlaga dalam Festival Kesenian Rakyat Internasional paling bergengsi di Eropa "International Gauargi Chidlren Folklore Festival" yang dilaksanakan di Espelette, Perancis 14-20 Juli 2011. Sungguh membanggakan, dari ratusan proposal yang masuk dari seluruh grup kesenian rakyat di seluruh dunia, hanya 5 grup terbaik dengan kualitas tinggi yang berhak tampil mewakili negara masing masing di Festival tersebut. Sebagai bagian rangkaian dari misi kebudayaan SMP Al Ikhlas kali ini, tim kesenian Al Ikhlas juga menjadi peserta dalam "International Folklore Festival Bidasoa" di daerah Irun Spanyol dari tanggal 21-29 Juli 2011. Tampil membawakan enam nomor tarian diantaranya "Lenggang Nyai" dari DKI Jakarta dan "Rapa'ii Geleng" dari Nangroe Aceh Darussalam dibawah bimbingan pelatihan dari Sanggar Gema Citra Nusantara pimpinan Mira Arismunandar, tim misi budaya SMP Islam Al Ikhlas tampil prima di hadapan ribuan penonton yang memadati lokasi pertunjukan. Selama kegiatan tersebut para peserta juga berbagi pandangan dan kearifan Indonesia dengan penduduk lokal, dimana selama program para peserta tinggal di rumah keluarga Perancis. Tim Indonesia tampil memikat dengan kostum dan sajian yang menarik, "Bahkan sampai sekarang kami masih membicarakan betapa luar biasanya anak anak Indonesia tersebut menari, berpentas, dan berinteraksi dengan ratusan anak anak dari negara peserta lainnya, sungguh indah dan mengharukan menyaksikan anak anak itu menghayati setiap gerak langkah tarian dan musik yang mereka mainkan", ujar Sylvie Lacau selaku President Festival Kesenian Rakyat Anak Anak sedunia melalui email kepada IOV Indonesia Youth Section. Program misi kebudayaan untuk memperkenalkan budaya Indonesia keluar negeri merupakan kegiatan tahunan SMP Islam Al Ikhlas, dengan dukungan dari IOV Indonesia Youth Section, sebagai lembaga non pemerintah yang bermitra dengan festival festival budaya di dunia, tim budaya SMP Al Ikhlas yang pada tahun 2010 mengukir prestasi sebagai juara tari tradisional tingkat dunia di Turki, menapaki Eropa untuk memperkenalkan betapa luar biasanya budaya Indonesia sekaligus membangun pemahaman yang baik kepada masyarakat dunia melalui budaya. indonesia