The International Organization of Folk Art (IOV) is a non-governmental organization in operational relations with the United Nations Educational, Scientific and Cultural Organization (UNESCO). Had been released on March 1. IOV Indonesia Youth section had been officially become the member of IOV International, and will become the place for youth to share their idea about art, tradition and cultural heritage.
IOV Indonesia Youth Section
We travel around the globe spread the beauty of equator emerald
Sabtu, 09 Oktober 2010
Festival Tari Indonesia di Spanyol dan Portugal oleh Kencana Pradipa
Festival Tari Indonesia di Spanyol dan Portugal
Posted on September 16, 2010 by iloveindonesiaraya| Leave a comment
Dalam rangka memperkenalkan budaya Indonesia ke dunia Internasional, maka Kencana Pradipa Tari selaku wadah aspirasi seni tradisional bagi mahasiswa Psikologi UI, mengikuti kegiatan festival kebudayaan yang diadakan oleh Kencana Pradipa Tari mengikuti 8 Festival Internasional di Spanyol dan Portugal. Festival tersebut juga diikuti oleh berbagai negara seperti Brazil, Cuba, Rusia, Serbia, Spanyol, Portugal, Senegal, Kenya, dan masih banyak lagi. Indonesia merupakan satu-satunya negara perwakilan dari Asia.
Persiapan latihan secara intensif dimulai sejak bulan Februari 2010 sampai dengan bulan Juni 2010. Pada bulan Februari latihan dilakukan sebanyak 2 x seminggu dan intensitasnya semakin bertambah, hingga akhirnya pada bulan Juni dilakukan 4x seminggu. Tarian yang dipelajari yaitu Tari Lenggang Nyai dari Betawi, Tari Tor Tor dari Sumatera Utara, tari Indang dan Piring dari Sumatera Barat, tari Jaipong dari Jawa Barat, tari Pakarena dari Sulawesi Selatan, tari Giring-giring dan Bambu dari Kalimantan, tari Saman dari Aceh, tari Cendrawasih dari Bali, dan tari Yospan dari Papua.
Puncak dari proses latihan di Tanah Air adalah diadakannya Pagelaran Tari Misi Budaya pada tanggal 20 Juni 2010 di Gedung Nyi Ageng Serang, Kuningan, Jakarta. Pada acara ini ditampilkan tarian-tarian yang dibawakan pada Festival Internasional. Acara ini merupakan acara yang terbuka untuk umum. Pada acara ini mencakup 100 undangan yang berasal orang tua dan pihak sponsor, dan 300 habis terjual untuk umum.
Pada tanggal 29 Juni 2010, tim Misi Budaya berjumlah 32 penari, yang terdiri dari 2 koreografer, 1 pembina,1 director, 1 dokumentasi, 1 crew, 2 pemusik professional, 6 pemusik, dan 18 penari. Tiba di Madrid pada 29 Juni 2010, sore hari waktu Madrid. Kami tinggal di KBRI Madrid selama 2 hari 1 malam. Dalam dua hari tersebut kami seperti layaknya liburan karena tidak melakukan pertunjukan tari dan musik. Setelah itu, pihak panitia menjemput kami di KBRI Madrid untuk menuju ke festival yang pertama dengan menggunakan bus.
Jaen, Spanyol
Festival pertama ini bernama Festival Internacional de Musica, Baile y Canciones Populares “Folk del Mundo” yang di adakan di kota Jaen, Spanyol. Perjalanan dari Madrid ke Jaen memakan waktu yang cukup lama sekitar kurang lebih 5 jam, dan kami sampai di tujuan pada malam harinya. Di festival ini, akomodasi yang kami dapatkan sangatlah layak. Kami ditempatkan di sebuah asrama universitas yang sangat nyaman yaitu Universitas de Andalucia yang terletak di Baeza. Baeza merupakan salah satu kota yang merupakan cagar budaya di dunia, sehingga di kota ini arsitekturnya sangat menarik dan khas Eropa abad pertengahan. Pada festival ini tim kami tampil sebanyak 5 kali. Penampilan pertama berlokasi di pusat kota Jaen dan merupakan pembukaan dari seluruh rangkaian acara festival sehingga berlangsung di panggung yang sangat besar dan megah. Dalam festival ini kami bertemu dengan tim dari Negara Spanyol, Irlandia, Kenya, Rusia, dan Slovakia. Dalam rangkaian festival ini kami juga melakukan kegiatan parade dengan menggunakan kostum dari seluruh daerah. Kami berjalan sejauh kurang lebih 2 km dengan menarikan tarian-tarian dan memainkan music khas Indonesia. Warga setempat yang menonton di sekeliling barisan parade sangat antusias melihat tarian-tarian yang kami tampilkan. Setelah sampai di tujuan akhir, masing-masing negara menampilkan satu tarian andalannya dan kemudian kami semua masuk ke dalam gedung walikota untuk melakukan acara penukaran souvenir. Souvenir yang diberikan oleh kelomok kami yaitu wayang dan souvenir yang diberikan oleh pihak festival adalah guci yang merupakan kerajinan khas daerah Jaen. Secara keseluruhan antuasiasme dari penonton di festival ini sangatlah besar. Responnya sangat positif, baik untuk tarian, music, maupun kostum dan tata rias. Setelah melewati kurang lebih satu minggu di festival ini, kami pindah ke festival selanjutnya yang berlokasi di Cadiz.
Cadiz, Spanyol
Festival kedua bernama Festival Folklorico Internacional “City of Cadiz” dilaksanakan di kota Cadiz, Spanyol. Disini kami mendapatkan tempat tinggal di asrama sekolah. Tim kami memiliki sedikit masalah dengan konsumsi yang disediakan karena sangat hambar, sehingga kami harus meminta tambahan garam dan lada serta sambal dan kecap yang dibawa dari Indonesia. Dalam festival ini kami tampil sebanyak 4 kali, dimana 2 kali di antaranya tampil di gedung pertunjukan kesenian utama yang dapat disamakan dengan Gedung Kesenian Jakarta di Indonesia. Dalam festival ini kami kembali tampil berasama Kenya, Rusia, Slovakia, serta peserta yang baru ditemui yaitu Dominican Republic, dan Serbia. Dalam festival ini kami juga melakukan kegiatan parade yang diadakan di pusat perbelanjaan di kota Cadiz. Dalam parade kali ini kami menyusuri gang-gang yang dipenuhi oleh warga sekitar yang lagi-lagi sangat antusias dengan penampilan dari tim Indonesia. Cadiz merupakan kota pantai sehigga temperature di kota ini cukup tinggi dan udaranya panas. Kami memiliki 2 orang pemandu dari festival ini, satu orang laki-laki dan peremuan yang masih berprofesi sebagai mahasiswa. Pada salah satu dari penampilan kami selama di Cadiz, terdapat salah satu pengalaman yang tidak akan terlupakan, yaitu penampilan dimana Spanyol memenangkan Piala Dunia 2010. Pada saat itu kami tampil di panggung yang berlokasi tepat di tengah alun-alun kota. Ketika Spanyol menang, seluruh penduduk sekitar berhamburan ke tengah alun-alun dengan menggunakan atribut khas tim sepakbola Spanyol dan tentu saja dengan membawa bendera Spanyol. Tim kami yang tadinya mempersiapkan tarian Lenggang Nyai dan Pakarena, menggantinya menjadi Tarian Yospan dan Saman yang bersemangat mengingat emosi dari penonton yang sedang meluap gembira. Tim kami sangat senang dapat merayakan kemenangan Spanyol langsung di negara asalnya.
Lisbon, Portugal
Setelah Cadiz, kami pergi ke Lisbon, Portugal untuk memenuhi undangan dari KBRI Lisbon. Di Lisbon kami menetap selama 3 hari 2 malam dan tampil hanya satu kali saja di depan duta besar Indonesia untuk Portugal serta undangan-undangan terhormat lainnya. Pagelaran ini diadakan di sebuah museum ternama di kota Lisbon yang bernama Museo do Oriente. Pertunjukan ini khusus diadakan oleh kedutaan Portugal sehubungan dengan kedatangan kami disana jadi kami adalah penampil tunggal pada pertunjukan hari itu. Pada penampilan kali ini kami menampilkan seluruh tarian yang kami tampilkan seperti pada pagelaran yang dilakukan di Jakarta ditambah dengan Tari Saman. Walaupun kami gugup karena dilihat oleh Pak Dubes namun respon yang kami dapatkan sangat bagus, Bapak Duta Besar sangat menyukai penampilan kami. Di Lisbon ini kami juga mendapatkan suguhan makan Indonesia yang sangat kami rindukan seperti nasi kuning, ayam goreng, sambal goreng ati dan urap. Walaupun sebentar, penampilan di Lisbon ini sangat berkesan bagi tim kami dan membangkitkan semangat untuk kembali tampil di festival-festival selanjutnya.
Naron, Spanyol
Setelah penampilan kami di Lisbon, tim KP Tari dijemput oleh panitia dari tim Festival Intenacional de Folklore de Naron di kota Naron, Spanyol. Kami tinggal di asrama di salah satu sekolah seni di Naron. Dalam festival ini terdapat empat negara yang turut berpartisipasi yaitu Indonesia, Senegal, Martinique, Galicia (Spanyol), dan Albecete (Spanyol). Dalam festival ini, kami menampilkan tarian kami dalam lima hari berturut-turut. Pada hari terakhir kami di Naron, panitia festival ini memberikan sebuah acara nonformal untuk Indonesia yang dihadiri oleh peserta lainnya. Dalam festival ini kami diperbolehkan untuk mempertujunkan tarian singkat dan mengajarkan kepada mereka. Tarian tersebut yaitu Tari Saman. Pada daerah ini kami agak sulit menyesuaikan diri dengan suhu udara dimalam hari, karena perbedaan suhu yang cukup signifikan dari sore dan malam. Padahal rata-rata setiap pertunjukan kami dilakukan dimalam hari. Pernah suatu ketika setelah pertunjukan, anggota tim kami sebagai dokumentasi mengalami menggigil hebat karena tubuhnya yang kurang sehat. Sampai-sampai ambulance pun datang menjemput. Namun, setelah dihangatkan lambat laun kondisi tubuhnya membaik. Setelah itu, kami selalu berjaga-jaga memakai pakaian yang agak tebal untuk mengantisipasi suhu udara yang turun drastis. Dalam acara ini, kami juga diperbolehkan untuk menjual souvenir-souvenir dari Indonesia seperti kaos “I Love RI”, kipas batik, dompet batik sampai gantungan kunci batik pun ada. Barang-barang jualan ini berguna untuk mengenalkan kebudayaan Indonesia di kalangan masyarakat Spanyol.
Barcelos, Portugal
Festival ini merupakan festival yang diadakan di negara Portugal. Festival ini bernama Festival Internacional Folclore do Rio. Rio sendiri diambil dari nama salah satu sungai di Barcelos. Festival berlangsung selama 12 hari. Pada festival ini, kami tinggal di ruangan kelas sekolah yang diberi kasur bertingkat di dalamnya. Peserta festival ini di antaranya yaitu Indonesia, Cyprus, Perancis, Hungaria, dan Spanyol. Pada festival ini, kami tidak hanya tampil di Barcelos saja, namun di beberapa kota di Spanyol dan di luar kota Barcelos. Diakhir festival, seluruh negara menampilkan tarian tradisionalnya pada acara Gala Perform. Panggung pada gala perform ini dibangun di atas sungai Rio di Barcelos, Portugal. Pada Gala perform, kami menampilkan Tari Bambu dari Kalimantan, Tari Cendrawasih dari Bali, dan Saman dari Aceh. Untuk Gala ini kami berlatih keras 3 hari terakhir. Koreografer kami ingin menampilan tarian yang belum pernah kami tarikan pada festival-festival sebelumnya. Jadi dalam tiga hari kami mempelajari tarian baru yaitu Tari Bambu. Bahkan bambunya, yaitu property yang kami pakai, baru kami beli dan cat disana, Kami ditempatkan pada urutan terakhir sebagai penutup. Konon, sudah menjadi tradisi, negara yang dianggap oleh panitia sebagai tim terbaik akan menjadi penutup acara. Maka kami merasa sangat bangga, tim Indonesia bisa menjadi penutup yang baik pada festival tersebut.
Moncao, Portugal
Festival berikutnya yang kami ikuti bertempat di Moncau, Portugal. Festival ini bernama Festival Internacional ponte Mouro e Alvarinho. Kami kembali tinggal di area sekolah dimana ruangan kelas menjadi kamar tidur kita. Untungnya, ruangan kelas disini cukup luas sehingga dapat memuat 10 – 14 orang dalam satu kamar dengan tempat tidur yang tidak tingkat. Area sekolah yang luas ini, dihuni oleh teman sesama peserta festival dari berbagai negara. Ada Kenya, Brazil, Cuba, Senegal, Argentina, Mexico, Serbia dan Polandia. Mereka semua adalah seniman profesional dimana kebanyakan dari mereka memang berprofesi sebagai penari/pemusik di negaranya. Walaupun penari dan pemusik yang didatangkan sudah profesional,kami tetap berlatih setiap hari sampai-sampai kami tidak mendapatkan tempat untuk latihan karna berebutan tempat dengan negara lain. Akhirnya kami memutuskan untuk latihan di lapangan terbuka dari jam 10 – jam 2 siang. Tentu saja udara yang panas membuat kulit kita lebih gelap. Latihan yang keras tidak sia-sia karena penonton yang datang setiap hari selalu memadati sisi-sisi panggung. Di depan, samping kanan maupun samping kiri ada ribuan pasang mata yang melihat ke arah panggung. Semua ini membuat kami sangat bersemangat setiap hendak naik panggung dan juga setelahnya. Tidak lupa kami berjualan barang-barang yang kami bawa dari Indonesia setelah kami selesai manggung. Bahagianya kami bisa mendapatkan keuntungan yang berlipat ganda berkat penonton yang berbondong-bondong membeli barang dagangan kami. Seusai festival ini kami dijemput oleh bis festival selanjutnya yaitu festival Ourense.
Viviero, Spanyol
Pada sore hari, bis kami berhenti disebuah kota, yaitu Viviero. Tanpa ada kejelasan yang pasti dari pihak panitia, ternyata kami diharuskan untuk tampil dikota ini sebagai salah satu peserta dari festival XXXII Moistra Folklorico a Internacional pada pertunjukan penutup. Selain Indonesia, ada pula Senegal dan Brazil yang dari festival Moncau, turut tampil dalam acara ini. Mereka juga akan melanjutkan ke festival Ourense. Sesampainya disana kami sempat beristirahat sekitar dua jam sebelum pertunjukan. Peserta lain yang memang sudah ada dari awal festival ini ada berasal dari Rusia-Daguestan dan tim local dari Spanyol. Kami diberikan tempat istirahat disebuah sekolah dasar. Kami menampilkan Tari Giring-Giring dan Saman. Semakin malam semakin dingin suhu udara disana. Kami berjalan kami menembus angin kencang menuju tempat pertunjukan yang berada di dekar sekolah tersebut. Panggungnya terletak di tengah-tengah pusat kota, seperti square. Kami cukup terkesima karena ternyata penontonnya banyak sekali. Ketika kami sedang menunggu giliran perform kami disapa oleh serombongan lelaki yang ternyata berasal dari Indonesia! Ternyata mereka adalah pekerja kapal yang sedang berhenti di Spanyol mereka juga sangat senang bertemu dengan tim kami. Hampir dari seluruh pekerja tersebut sudah pernah keliling dunia bahkan sampai ke benua Amerika. Tiba saatnya kami tampil namun perbincangan terus dilanjutkan sesudahnya. Tak lama, malam itu juga kami harus sudah naik bis lagi menuju Ourense. Kota yang sebenarnya menjadi tujuan kami. Walaupun cuma beberapa jam di kota Viviero, namun kota itu cukup membekas diingatan kami karena pertemuan kami dengan warga Indonesia yang bekerja dinegeri orang.
Ourense, Spanyol
Selanjutnya adalah festival yang bertempat di Ourense. Festival Xornadas de Ourense ini berlangsung antara 9 Agustus hingga 19 Agustus 2010. Kami ditempatkan di asrama yang diperuntukkan bagi dosen. Di sini kami tinggal bersama kelompok dari negara Kenya, Rusia Daguestan, Polandia, Argentina, dan Serbia. Sementara Brazil, Meksiko, Spanyol, Senegal, dan Cuba tinggal di tempat yang berbeda. Pihak panitia menyediakan 11 kamar untuk kami yang terdapat di lantai yang sama. Tiap blok terdapat dua kamar, dimana tiap blok terdapat tiga westafel, tiga toilet, dan tiga kamar mandi. Tiap kamar terdiri dari tiga tempat tidur beserta tiga meja dan juga lemari yang besar. Terdapat satu kamar khusus yang diperuntukkan bagi koreografer.
Ruangan yang diperuntukkan untuk makan cukup luas. Kami tidak perlu terburu-buru untuk bergantian tempat dengan negara lain. Hanya saja, kami tetap perlu mengantri dengan panjang karena keseluruhan negara makan di tempat yang sama. Menjelang puasa, panitia menyediakan makanan untuk sahur yang dapat diambil setelah tiba dari tempat pertunjukan. Panitia juga menyediakan makan untuk berbuka puasa. Sedangkan bagi yang tidak berpuasa tetap dapat makan sesuai dengan jadwal yang telah ditentukan. Selain Indonesia, Senegal dan Rusia Daguestan juga menjalankan ibadah puasa. Tidak jarang, Indonesia dan Rusia Daguestan melakukan ibadah shalat tharawih bersama di ruang televisi.
Pihak panitia memberikan satu ruangan pribadi yang sangat layak yang diperuntukkan untuk alat musik, kostum, serta barang-barang lain untuk masing-masing negara. Berbeda dengan festival sebelumnya, di festival ini kami tidak mendapatkan jadwal dari jauh-jauh hari. Sekalipun jadwal telah kami miliki, jadwal tersebut harus dikonfirmasi terlebih dahulu kepada ketua penyelenggara untuk memastikan apakah ada jadwal yang diubah atau tidak. Di festival ini pun kami tidak mendapatkan name tag, sehingga ketika kami keluar dari tempat penginapan, kami tidak memakai tanda pengenal apapun. Ada tiga guide yang mendampingi Indonesia. Mereka baik dan mudah bergaul namun kami memiliki sedikit kendala dalam berkomunikasi karena mereka tidak begitu fasih dalam berbahasa inggris.
Dua hari pertama di festival ini merupakan hari bebas kami. Tidak ada penampilan di malam harinya. Di hari selanjutnya, kegiatan kami berlangsung seperti biasa. Ada 8 penampilan di tempat yang berbeda dan dengan kelompok yang berbeda. Indonesia tidak pernah menjadi penampil terakhir tetapi tetap dapat memukau penonton dengan tipe kebudayaan yang berbeda dari negara lain. Tarian yang kami bawakan di festival ini adalah Tari Giring-giring dari Kalimantan, Tari Cendrawasih dari Bali, dan Tari Saman dari Aceh. Penonton begitu antusias ketika melihat Tari Saman. Hal ini mungkin dikarenakan oleh tidak lazimnya menari sambil duduk. Yang menjadi masalah pada hampir keseuruhan penampilan adalah suara dar alat music yang dimainkan tidak begitu terdengar sehingga penampilan dirasa kurang maksimal. Selain menari, ada pula kegiatan parade yang ditujukan untuk menarik perhatian warga agar datang ke tempat pertunjukkan. Saat parade, Indonesia berada di antara kelompok dari Senegal dan Kenya dimana alat musik mereka sangat keras terdengar yang membuat alat musik dari Indonesia tidak terdengar.
Di luar pertunjukkan, panitia menyediakan hari untuk para peserta bertanding dalam permainan lempar bola. Pertandingan ini ditujukan untuk mengakrabkan peserta antar negara. Selain itu, ada pesta dimana semua peserta dari berbagai negara dapat bersenang-senang bersama. Panitia juga menyediakan hari untuk berjalan-jalan mengunjungi tempat menarik di kota ini. Sayangnya, panitia tidak menyediakan layanan wi-fi di tempat penginapan ini sehingga kami perlu pergi ke café atau pusat perbelanjaan untuk mendapatkan layanan wi-fi. Namun ada petugas keamanan yang menawarkan jasa internet di ruangannya kepada kami. Kami juga merasa sangat dibantu oleh panitia ketika ada telepon genggam milik salah satu dari kami dan juga properti tari kami yang tertinggal. Panitia berusaha mencarinya dan memberikannya kembali pada kami.
Hal yang menarik di festival ini adalah kami bertemu dengan lebih banyak kelompok dari Negara lain. Di festival-festival sebelumnya, negara yang ada tidak sebanyak di Ourense, kecuali di festival Moncao karena hampir semua negara yang ada di festival Ourense berasal dari festival di Moncao. Oleh sebab itu, kami memiliki lebih banyak kenalan daripada festival-festival sebelumnya. Sebagai kenang-kenangan, kami memberikan kaos I RI kepada mereka yang cukup dekat dengan kami, yaitu Negara Polandia dan Kenya. Di festival ini, kami melewati hari kemerdekaan Indonesia tanpa perayaan apapun. Namun, kami sepakat untuk memakai kaos I RI sebagai perayaan kecil di hari kemerdekaan Indonesia. Tak disangka, teman kami dari Negara Polandia juga mengenakan kaos I RI. Katanya, dia juga ingin merayakan hari ulang tahun Indonesia. Sungguh membuat kami terharu.
Kelompok kami mendapatkan teguran dari pihak panitia karena meninggalkan begitu banyak sampah di tempat penginapan. Sampah tersebut begitu banyak dan tercecer di seluruh penjuru kamar sehinga menyulitkan petugas pembersih. Hal ini terjadi ketika kami akan meninggalkan Ourense dan akan berangkat menuju Madrid. Ketika memindahkan barang menuju bis, Indonesia mendapatkan banyak bantuan dari peserta dari negara lain untuk mengangkat barang bawaan yang cukup banyak dan cukup berat. Setelah itu, kami berangkat menuju KBRI Madrid untuk menitipkan sebagian besar bawaan kami dan langsung melanjutkan perjalanan ke Bandara untuk kemudian berangkat menuju Canary Island.
Tenerife, Spanyol
Canary Island, lebih tepatnya Tenerife yang merupakan salah satu pulau terbesar dari kepulauan ini adalah tempat festival terakhir yang kami datangi. Festival Internacional Muestra Folklorica de los Pueblos. Di tempat ini kami tampil dalam dua kali pertunjukan dalam dua hari. Sebelum menampilkan tarian pada malam hari, siang harinya kami melakukan parade keliling dan menari di jalan sambil mengajak orang-orang sekitar untuk ikut menari bersama. Berbeda di festival-festival sebelumnya dimana kami tampil di panggung yang berbeda setiap harinya, di sini kami tampil di tempat yang sama berturut-turut dan dengan jenis tarian yang sama. Dalam festival ini, kami kembali bertemu dengan kelompok dari Argentina dan Senegal. Meskipun kelompok penari yang menampilkan tarian dalam festival ini tidak sebanyak festival lainnya, kami dapat merasakan antusiasme penonton yang cukup besar selama menyaksikan penampilan-penampilan yang ada. Bahkan, di hari pertama pertunjukkan, seusai kami menampilkan tarian Saman dari Aceh, cukup banyak penonton yang memberikan standing applause. Hal ini kemudian semakin memicu semangat dan motivasi kami untuk menampilkan yang lebih baik lagi keesokan harinya, dimana penampilan tersebut akan menjadi penampilan akhir kami yang menutup serangkaian perjalanan kami di misi budaya tahun ini. Pada pertunjukkan terakhir kami di sana, kami benar-benar berusaha untuk menampilkan yang terbaik, dan hal ini terbayar dengan sambutan penonton yang lebih meriah dibandingkan dengan hari sebelumnya. Selain dalam hal penampilan, Tenerife memberikan suasana yang berbeda dari festival-festival sebelumnya, di sana kami menginap di hotel yang berlokasi dekat dengan tempat pertunjukkan yang berada di pinggir pantai. Pengaturan seperti ini memberikan beberapa kemudahan bagi kami, yang pertama, kami tidak bermasalah dengan makanan dan kamar, yang kedua karena lokasi hotel yang sangat dekat dengan panggung tempat pertunjukkan, kami tidak perlu terlalu tergesa-gesa dan mengalami kerepotan dalam persiapan untuk menari.
Bagaimanapun juga perjalanan kami jauh dari sempurna, banyak tantangan dan halangan yang ada namun dengan kesabaran dan kekompakan kami, masalah yang ada pun dapat teratasi. Pada tanggal 23 Agustus 2010, tim Misi Budaya KP Tari terbang untuk kembali ke Indonesia. Perjalanan Misi Budaya untuk mengharumkan nama bangsa selama 2 bulan telah dilewati dengan baik dan penuh kesuksesan. Kencana Pradipa Tari berharap program ini dapat kembali berlangsung pada tahun depan di tempat yang berbeda dari tahun ini.
Posted on September 16, 2010 by iloveindonesiaraya| Leave a comment
Langganan:
Posting Komentar (Atom)
nice.. sukses y :)
BalasHapus