Indonesia dipercaya menjadi tuan rumah sidang keenam Komite Antar-Pemerintah tentang Perlindungan Warisan Budaya Takbenda UNESCO pada 2011.
“Pada 19 November 2010 lalu, Indonesia ditetapkan sebagai tuan rumah sidang keenam IGC-ICH yang menurut rencana akan berlangsung di Bali pada 2011,” kata Menteri Kebudayaan dan Pariwisata (Menbudpar), Jero Wacik, di Jakarta, Senin.
Dalam sidang IGC-ICH Unesco (Inter Governmental Committee for the Safeguarding of the Intangible Cultural Heritage) keenam tersebut, rencananya akan dibahas berbagai agenda penting bagi masa depan implementasi Konvensi Pelestarian Budaya Takbenda.
Pembahasan akan meliputi nominasi berbagai matabudaya takbenda yang diajukan negara pihak konvensi kepada Unesco serta prosedur yang lebih efektif bagi badan pertimbangan nominasi dalam memproses nominasi.
“Indonesia akan terlibat aktif dalam sidang tersebut sebagai host dan sebagai anggota komite subsidiary body dan consultative body,” katanya.
Menteri Wacik mengatakan, Indonesia sebagai negara pihak konvensi telah berperan aktif dalam berbagai sidang terkait konvensi tersebut sejak 2008.
Dalam sidang kelima di Nairobi, Kenya, pada 15-19 November 2010 ada tiga keputusan penting bagi Indonesia.
“Sidang tersebut juga menetapkan angklung Indonesia masuk dalam daftar representatif budaya takbenda warisan manusia,” katanya.
Sidang yang berlangsung pada 16 November 2010 itu mengukuhkan 46 nominasi matabudaya takbenda dari 31 negara di antaranya angklung Indonesia.
“Dengan demikian, Unesco telah menetapkan wayang, keris, batik, dan terbaru angklung Indonesia sebagai intangible cultural heritage of humanity,” katanya.
Unesco menilai angklung Indonesia memenuhi kriteria sebagai warisan budaya takbenda dunia antara lain karena angklung merupakan seni musik yang mengandung nilai-nilai dasar kerja sama, saling menghormati, dan keharmonisan sosial yang merupakan bagian utama identitas budaya masyarakat di Jawa Barat dan Banten.
Menteri Wacik menyatakan telah mengambil langkah pelestarian angklung dengan bekerja sama menyeluruh antara pemerintah, seniman, dan masyarakat.
Dengan demikian diharapkan tercapai tujuan untuk mendorong tersebarnya pengetahuan angklung dalam konteks formal dan informal, diselenggarakannya lebih banyak pertunjukan kesenian angklung, dan berkembangnya kerajinan angklung, dan keberlanjutan tanaman bambu yang menjadi bahan baku angklung.
“Dalam sidang IGC-ICH Unesco pada 18 November 2010 juga telah menyepakati untuk memberikan akreditasi kepada Asosiasi Tradisi Lisan (Oral Tradition Association) Indonesia sebagai organisasi non-pemerintah,” kata Menteri.
Dengan status itu, maka Asosiasi Tradisi Lisan dari Indonesia dapat berpartisipasi dalam menyusun rekomendasi apabila diminta oleh Komite, demikian Menbudpar Jero Wacik.
Sumber: ANTARA
Tidak ada komentar:
Posting Komentar