T-ta Paramadina, Mengukir Indonesia Melalui Tari" :
Rangkaian tari "Gaba-gaba" dari Maluku yg menghentak dan jenaka, tari "None" Betawi yg gemulai, tari “Putring Enggang” dari Kalimantan yang atraktif, tari "Zapin Beradab" yang rancak diiringi alunan talempong, tari "Asmara" yg glamor dengan nuansa bali, musik ritmis dan gerak dinamis seni tradisional Indonesia membahana di panggung Festival Folklore Montréjeau, 12 sampai 16 Agustus 2011. Acara tahunan kota Montréjeau yang dikelilingi panorama pegunungan Pyrénées ini turut mengundang delegasi seni dari Georgia, Turki, Gabon, Portugal, Italia, Kolombia dan dari daerah-daerah di Perancis seperti Bretagne, Alsace dan Montréjeau.
Tepuk tangan penonton riuh mengapresiasi seni yang tampil berbeda dari kebanyakan peserta lain dengan tabuhan gendang dan tiupan trompet yang cenderung monoton. Tim tari mahasiswa Universitas Paramadina Jakarta (T-ta Paramadina) mempersembahkan tarian tradisional Indonesia kreasi baru dengan kostum tari yang mewah dan artistik dan iringan musik yang melodis ritmis. Festival ini merupakan kali kedua bagi T-ta Paramadina untuk go international. Walau baru terbentuk pada tahun 2009, T-ta Paramadina telah mengukir prestasi. Tahun lalu, penghargaan Best Performance Award dari Parlemen Eropa dalam International Folklore Festival 2010 di Warsawa, Polandia, berhasil diraih. Juara ke-3 juga berhasil diraih pada Lomba Tari Saman yang diadakan UIN Jakarta pada tahun 2011. Mereka pun tampil memukau sebagai pembuka acara International Summit 2010 yang diadakan Ikatan Ilmuwan Indonesia Internasional (I-4) di Jakarta.
Pertunjukkan yang menuntut kekuatan fisik ini tidak menjadi hambatan bagi sebagian penari yang tetap menjalankan ibadah puasa bulan Ramadan. Terlebih, puasa yang dijalankan lebih lama dari biasanya, yaitu sekitar 16 jam. “Puasa tidak menjadi masalah, justru penyemangat ketika tampil menari berarti semakin dekat dengan waktu berbuka”, ujar Hadi Sadikin Rachmat, mahasiswa Manajemen Pemasaran Universitas Paramadina angkatan 2008 yang bergabung dengan T-ta Paramadina sebagai penari sekaligus penanggung jawab divisi sponsor. Di T-ta Paramadina inilah, pertama kalinya ia belajar seni tari. Baginya, menari adalah bentuk aktualisasi diri. Sementara kesempatan menari di luar negeri seperti ini adalah a life-changing experience yang membuka mata akan diversitas kebudayaan di dunia. Hal senada juga diutarakan Farah Aini, mahasiswi Disain Produk Universitas Paramadina angkatan 2008. Selain menambah teman dari mancanegara, Farah menemukan kepuasan batin dalam menari. Menari dalam festival seperti ini juga menciptakan mimpi-mimpi baru yang ia temui setelah berinteraksi dengan orang asing.
21 penari T-ta Paramadina yang didampingi pelatih musik mereka, Muhammad Jufri dan pelatih tari, R. Erik Setiawan serta empat orang staf kampus Paramadina, menyelesaikan rangkaian festival di tiga kota di selatan Perancis dalam waktu tiga minggu. Dimulai dari Festival Folklore et Partage XVIII di Montreal Aude (28 Juli-1 Agustus), Festival RITE Les Bethmalais St Girons (5-13 Agustus) dan berakhir di Montréjeau.
Agenda acara yang padat selama tiga minggu, penampilan di panggung dan parade bersama delegasi lain, tidak hanya menuntut kondisi fisik yang prima tetapi juga kesabaran dan keteguhan batin. Namun rasa letih tidak tampak pada wajah penari yang berusia antara 19-21 tahun ini. Semangat yang menyala di hati mereka, sungguh tampak dalam gemulai dan cekatan gerak tubuh dalam tarian.
Uniknya, persiapan hanya dilakukan dalam waktu enam bulan saja diselingi upaya “menjemput bola” dalam mencari sponsorship dan tidak satupun dari mereka adalah penari profesional. Mereka adalah para mahasiswa yang mencintai seni tari. Seperti penuturan R. Erik Setiawan, sang pelatih tari, bahwa bakat memang diperlukan untuk menguasai tari-tarian tradisional dan kreasi baru Indonesia yang sangat rumit dalam waktu singkat, namun yang jauh lebih penting adalah kemauan yang kuat. “Pekerjaan apapun bila dilakukan dengan totalitas, akan membuahkan hasil yang baik”, ujar pelatih yang juga mantan penari grup GSP dan Batavia Dancers ini. Kemauan yang kuat, sepertinya itulah yang akan terus membawa T-ta Paramadina berkeliling dunia, berprestasi, mengharumkan tanah air melalui persembahan keindahan tarian dan musik tradisional Indonesia.
(DS)
Foto: serba-serbi penampilan T-ta Paramadina di Festival Folklore Montréjeau-http://festivalmontrejeau.jimdo.com/
PS: photos were mostly taken by Zulkifli
The International Organization of Folk Art (IOV) is a non-governmental organization in operational relations with the United Nations Educational, Scientific and Cultural Organization (UNESCO). Had been released on March 1. IOV Indonesia Youth section had been officially become the member of IOV International, and will become the place for youth to share their idea about art, tradition and cultural heritage.
IOV Indonesia Youth Section
We travel around the globe spread the beauty of equator emerald
Jumat, 09 September 2011
T-ta Paramadina, Mengukir Indonesia Melalui Tari"
Label:
bali,
budaya,
festival,
folclore,
folklore,
france,
group,
indonesia,
indonesie,
international,
kesenian,
misi,
pemuda,
performance,
pertukaran,
rakyat,
tari,
tradisional. culture
Langganan:
Posting Komentar (Atom)
Tidak ada komentar:
Posting Komentar